ACEHSINGKIL – Isu mengenai 18 anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Nasional 2024 melepaskan Jilbab saat pengukuhan di Istana Negara Ibu Kota Nusantara (IKN) menjadi sorotan publik.
Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi memberikan klarifikasi sekaligus menyampaikan permohonan maaf atas insiden yang menyulut polemik ini.
Peristiwa ini terjadi pada Selasa (13/8/2024), ketika 18 anggota Paskibraka putri melepas jilbab mereka saat pengukuhan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara IKN.
Berita ini cepat menyebar dan menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat, terutama terkait dengan isu kebebasan beragama dan keyakinan di tengah momen kenegaraan yang penuh khidmat.
Dalam pernyataan resmi yang disampaikan melalui siaran pers BPIP pada Selasa (14/8/2024), Yudian Wahyudi menyampaikan apresiasinya terhadap perhatian yang diberikan oleh masyarakat serta media massa yang telah meliput perkembangan Paskibraka selama ini.
Ia menegaskan bahwa tidak ada unsur pemaksaan dari BPIP terkait pelepasan jilbab tersebut.
“Kami dari BPIP menyampaikan terima kasih atas perhatian dan peran media dalam memberitakan Paskibraka. Kami juga memohon maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia atas isu yang berkembang. Kami menghargai seluruh aspirasi yang muncul,” ujar Yudian dengan penuh tekanan.
Yudian menjelaskan bahwa pelepasan jilbab oleh anggota Paskibraka putri dilakukan secara sukarela sebagai bentuk kepatuhan terhadap peraturan yang ada pada momen kenegaraan.
Menurutnya, peraturan tersebut mengatur tampilan resmi saat pelaksanaan tugas negara, namun di luar kegiatan resmi, anggota Paskibraka yang berjilbab tetap diperbolehkan mengenakan jilbabnya.
“Penampilan para anggota Paskibraka putri, termasuk pelepasan jilbab saat pengukuhan, dilakukan dengan sukarela demi mematuhi peraturan yang berlaku. Ini semata-mata untuk memastikan keseragaman dan kekhidmatan saat menjalankan tugas kenegaraan,” jelas Yudian.
Namun, pernyataan Yudian tidak meredakan kekhawatiran dari berbagai pihak. Para anggota Purna Paskibraka Indonesia (PPI) menyatakan keprihatinan mereka terhadap dugaan adanya tekanan yang dirasakan oleh anggota Paskibraka putri untuk melepas jilbabnya.
Ketua PPI, Gousta Feriza, menekankan bahwa tindakan tersebut mencederai nilai-nilai keberagaman dan kebinekaan yang seharusnya dijunjung tinggi oleh Paskibraka sebagai representasi dari seluruh provinsi di Indonesia.
“Kami sangat prihatin dan menolak tegas segala bentuk kebijakan yang mungkin menekan adik-adik kami untuk melepas jilbab yang merupakan bagian dari keyakinan mereka,” tegas Gousta dalam sebuah konferensi pers di Jakarta, Rabu (14/8/2024).
Pernyataan tersebut diperkuat oleh kritik dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, M Cholil Nafis, yang mengecam kebijakan ini sebagai tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila, khususnya sila pertama tentang Ketuhanan Yang Maha Esa.
Cholil menegaskan bahwa kebebasan menjalankan ajaran agama merupakan hak setiap warga negara yang harus dihormati dan dijaga.
“Ini kebijakan yang tidak Pancasilais. Sila pertama jelas menjamin hak setiap orang untuk melaksanakan ajaran agama mereka. Jika ada larangan atau tekanan, sebaiknya kebijakan itu dicabut,” tegas Cholil.
Peraturan yang menjadi acuan BPIP melarang muslimah paskibraka melepas jilbab, yakni Peraturan BPIP Nomor 3 Tahun 2022 dan Peraturan Presiden No 51/2022 tentang Paskibraka.
Dalam peraturan tersebut, sebenarnya tidak mencantumkan larangan bagi anggota Paskibraka untuk mengenakan atribut keagamaan seperti hijab.
Anggota Paskibraka putri hanya diwajibkan mengenakan seragam khusus yang terdiri dari rok sepanjang 5 sentimeter di bawah lutut, baju lengan panjang warna putih, dan atribut tambahan lainnya.
Meski demikian, isu ini menyoroti perdebatan yang lebih luas mengenai bagaimana nilai-nilai keagamaan dan kebinekaan dikelola dalam acara kenegaraan yang penuh simbolisme.
Dalam konteks ini, permintaan maaf BPIP dan klarifikasi yang diberikan oleh Yudian Wahyudi diharapkan dapat meredakan ketegangan dan membuka ruang untuk dialog yang konstruktif tentang bagaimana Indonesia bisa terus menjaga harmoni dalam keberagaman.[]