ACEHSINGKIL – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengumumkan perkembangan terbaru kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan emas ilegal sebanyak 109 ton di PT Antam yang berlangsung dari tahun 2010 hingga 2021. Kejagung menetapkan tujuh tersangka baru, yang terdiri dari pelanggan jasa manufaktur unit bisnis pengolahan dan pemurnian logam mulia PT Antam.
Dalam jumpa pers yang digelar pada Kamis (18/7/2024), Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa penyidik telah menetapkan tujuh tersangka setelah melakukan ekspose internal. “Penyidik berketetapan untuk melakukan upaya paksa berupa penahanan,” kata Harli.
Dari tujuh tersangka tersebut, dua orang ditahan di rumah tahanan negara, sementara lima lainnya mendapatkan status tahanan kota karena alasan kesehatan.
“Setelah dokter melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap lima tersangka ini, penyidik mempertimbangkan segala sesuatu dan memutuskan penahanan kota,” tambah Harli.
Para tersangka adalah LE, SL, SJ, JT, GAR, DT selaku Direktur PT JTU, dan HKT. Mereka diduga terlibat dalam aktivitas ilegal jasa manufaktur unit bisnis pengolahan dan pemurnian logam mulia PT Antam, termasuk pencetakan logam mulia dengan merek Logam Mulia (LM) Antam yang dilakukan tanpa kontrak kerja dan perhitungan biaya yang sesuai.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan enam orang sebagai tersangka yang merupakan mantan General Manager Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam Mulia (UB PPLM) PT Antam dari berbagai periode, yaitu:
- TK (2010-2011)
- HN (2011-2013)
- DM (2013-2017)
- AH (2017-2019)
- MAA (2019-2021)
- ID (2021-2022)
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Kuntadi, menjelaskan bahwa kegiatan ilegal ini melibatkan pencetakan dan distribusi logam mulia dengan merek LM Antam secara sembarangan, tanpa melalui prosedur resmi.
Aktivitas ini menyebabkan kerugian besar bagi PT Antam sebagai BUMN.
“Tersangka mengetahui bahwa penggunaan merek LM Antam harus didahului dengan kontrak kerja dan ada perhitungan biaya yang harus dibayar,” jelas Kuntadi.
Menurut Kuntadi, emas ilegal sebanyak 109 ton tersebut dicetak dalam berbagai ukuran dan diedarkan di pasar bersamaan dengan produk resmi PT Antam, sehingga menggerus pangsa pasar logam mulia resmi dan menimbulkan kerugian berlipat bagi PT Antam.
Sementara kerugian negara dalam kasus ini masih dalam proses perhitungan, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
“Logam mulia yang bermerek secara ilegal ini telah menggerus pasar dari logam mulia milik PT Antam sehingga kerugiannya menjadi berlipat-lipat lagi,” tutup Kuntadi.