ACEH SINGKIL — Forum Mahasiswa dan Masyarakat Aceh Singkil (FORMAS) menilai mandeknya pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) Aceh Singkil Tahun Anggaran 2026 mencerminkan buruknya tata kelola pemerintahan daerah serta lemahnya relasi antara Pemerintah Daerah (Pemda) dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK).

Ketua FORMAS, Ahmad Fadil Lauser Melayu, mengatakan hingga batas waktu penganggaran terlewati, dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA–PPAS) serta Rancangan APBK 2026 belum juga dibahas. Kondisi tersebut, menurutnya, menunjukkan anggaran daerah seolah tidak lagi menjadi prioritas bersama.

“Mandeknya APBK 2026 merupakan gambaran nyata kegagalan tata kelola pemerintahan daerah yang tidak hanya melibatkan Pemda, tetapi juga memperlihatkan lemahnya fungsi pengawasan DPRK,” kata Ahmad Fadil dalam keterangannya, Senin (22/12).
Ia menilai relasi antara eksekutif dan legislatif berada dalam kondisi tidak sehat. Pemda disebut terkesan abai terhadap kewajiban penyampaian dokumen penganggaran, sementara DPRK dinilai pasif dan tidak memberikan tekanan yang memadai ketika tahapan anggaran mulai keluar dari koridor hukum.

Menurut Ahmad Fadil, kebuntuan tersebut menimbulkan pertanyaan serius di tengah publik, apakah keterlambatan pembahasan APBK 2026 hanya disebabkan oleh kelalaian administratif atau justru akibat tarik-menarik kepentingan politik yang mengorbankan kepentingan masyarakat.

“Ketika Pemda dan DPRK sama-sama gagal memastikan proses anggaran berjalan tepat waktu, maka yang paling dirugikan adalah masyarakat Aceh Singkil,” ujarnya.
Ia menegaskan, tanpa APBK yang sah, berbagai sektor penting seperti pelayanan publik, program pembangunan, serta pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat berada dalam posisi rentan dan berpotensi terhambat.

FORMAS pun mendesak Pemda Aceh Singkil dan DPRK agar segera menyelesaikan seluruh tahapan penganggaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan demi menjamin keberlangsungan pelayanan dan pembangunan daerah.