Aceh Singkil – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Singkil, Warman, melayangkan somasi hukum terhadap PT Socfindo Lae Butar. Somasi ini menyusul berakhirnya Izin Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan tersebut pada 31 Desember 2023 lalu, namun pabrik milik PT Socfindo tetap beroperasi hingga saat ini.

Warman menegaskan bahwa operasional PT Socfindo pasca-berakhirnya HGU dianggap ilegal dan melanggar aturan. “Berdasarkan peraturan pemerintah, pengelolaan PT Socfindo saat ini ilegal. Kami meminta agar sertifikat HGU segera diserahkan kepada pemberi izin,” ujarnya dalam pernyataan resmi, Senin (28/7/2025).

Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang hak pengelolaan dan hak atas tanah, pasal 22 ayat 2 menyebutkan bahwa setelah jangka waktu pemberian perpanjangan HGU berakhir, tanah tersebut kembali menjadi milik negara atau berada dalam pengelolaan pihak pemberi izin.

Selain itu, Warman juga menyoroti keberadaan pabrik PT Socfindo di Desa Lae Butar dan Rimo yang kini berstatus sebagai kawasan permukiman perkotaan berdasarkan Qanun Aceh Singkil Nomor 2 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2012–2032. Dengan status baru tersebut, lokasi pabrik dianggap tidak lagi sesuai peruntukannya dan harus dipindahkan.

PT Socfindo juga dituding telah melanggar garis sempadan sungai dan kawasan lindung dengan menguasai dan merusak sempadan Sungai sejak memperoleh HGU pada tahun 1997. Hal ini melanggar ketentuan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63 Tahun 1993, yang diperbarui pada 2015. Dalam aturan itu disebutkan bahwa garis sempadan sungai besar ditetapkan 100 meter dari tepi sungai, sementara sungai kecil minimal diukur dari batas tepi sungai.

“PT Socfindo seolah kebal hukum karena tetap beroperasi meski izinnya telah habis. Ini memberi contoh buruk kepada masyarakat,” kata Warman kepada awak media

Surat somasi kedua telah dilayangkan pada 23 Juli 2025 dan diterima oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) pusat. Tembusan surat juga dikirim ke Presiden Republik Indonesia, Ketua DPR RI, Mahkamah Agung, KPK, Kapolri, Menteri ATR/BPN, serta berbagai pejabat tinggi pusat dan daerah termasuk Gubernur Aceh, Bupati Aceh Singkil, dan aparat penegak hukum di wilayah tersebut.

Warman mendesak agar pemerintah segera mengambil tindakan tegas terhadap keberadaan dan aktivitas PT Socfindo di Aceh Singkil demi menegakkan hukum dan menjaga kelestarian lingkungan.[]