Aceh Singkil – Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Singkil mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil untuk segera melakukan audit lingkungan dan menghitung potensi kerugian negara akibat dugaan pelanggaran garis sepadan sungai oleh perusahaan perkebunan sawit, PT Socfindo.

Temuan DPRK menunjukkan bahwa lahan perkebunan PT Socfindo berada di kawasan yang seharusnya bebas dari aktivitas pembangunan maupun perkebunan, sebagaimana diatur dalam Permen PUPR Nomor 28/PRT/M/2015 (revisi Permen PU Nomor 63 Tahun 1993).

Anggota DPRK Aceh Singkil, Warman, meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk dilibatkan dalam proses audit guna memastikan transparansi dan akuntabilitas.

“Pelanggaran ini berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan serius dan bencana banjir. Dampaknya sangat signifikan terhadap kelestarian sungai di Aceh Singkil,” kata Warman, Minggu (6/7/2025).

Warman menegaskan bahwa ini bukan pelanggaran kecil. Menurutnya, perhitungan kerugian negara harus mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014, yang mencakup kerusakan lingkungan dan kerugian ekonomi.

Ia juga mengkritik adanya ketimpangan dalam penegakan hukum lingkungan, di mana masyarakat kecil seringkali dihukum karena pelanggaran ringan seperti mengambil brondolan sawit, sementara pelanggaran besar oleh perusahaan dibiarkan.

“Perusahaan yang terbukti merusak lingkungan dan melanggar aturan tidak layak di berikan perpanjangan izin di Aceh Singkil,” tegas Warman, yang juga menjabat sebagai Ketua Badan Legislasi (Banleg) DPRK.

DPRK berharap Pemkab Aceh Singkil segera melakukan audit menyeluruh dan pemulihan kawasan garis sepadan sungai untuk menjaga kelestarian lingkungan serta menegakkan keadilan. Langkah ini diharapkan juga menghilangkan stigma ketimpangan hukum di masyarakat.